Wednesday, June 09, 2021

Arsip Komunitas "Jaringan Perempuan Yogyakarta" dan Komnas Perempuan (Kolektif Perempuan)

Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2009 
Tak Hanya Di Rumah: 
Pengalaman Perempuan akan Kekerasan di Pusaran Relasi Kekuasaan yang Timpang

Data Tahunan Komnas Perempuan kembali mencatat kenaikan jumlah kekerasan terhadap perempuan. Tahun 2009 ini, kasus yang terdata meningkat hampir 3 kali lipat, yaitu sebesar 143.586 kasus dari 54.425 kasus di tahun 2008. Peningkatan jumlah kasus yang terdata tidak lepas dari kemudahan akses data Pengadilan Agama (PA) sebagai implementasi dari Keputusan Ketua MA No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di lingkungan Pengadilan. Peningkatan ini juga ditengarai berkaitan dengan sejumlah faktor lain yang mendorong korban lebih mudah ‘bicara’ atau membuka kasus kekerasan yang dialaminya, misalnya liputan media yang juga meningkat tentang kekerasan terhadap perempuan.  

Rumah tangga masih menjadi lokus kekerasan yang paling sering dihadapi perempuan, yaitu mencapai hampir 95% atau 136.849 kasus.  Data kekerasan ini terutama diperoleh dari Pengadilan Tinggi Agama (64%), dan Peradilan Agama (30%), di samping dari pengada layanan yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat. Sebagian besar kasus kekerasan di dalam rumah tangga (96%) adalah kekerasan terhadap istri. Sementara itu, bentuk kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan seksual dan kekerasan psikis dimana masing-masingnya mencapai 48%. Usia korban terbanyak adalah dalam rentang 13 – 18 tahun

Relasi kuasa yang timpang antara perempuan dan laki-laki yang menjadi akar kekerasan terhadap perempuan mewujud di dalam rumah tangga dan di komunitas.  Tercatat 6.683 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas, yang mencakup sejumlah tindak kekerasan di antaranya kekerasan seksual, eksploitasi seksual anak, kekerasan di tempat kerja, kekerasan yang terjadi terhadap pekerja migran dan trafiking. Keengganan Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan substansial bagi pekerja Indonesia di luar negeri, termasuk dengan meratifikasi Konvensi  Internasional mengenai Perlindungan Hak-hak Semua Pekerja Migran dan keluarganya, tahun 1990 akan terus berkontribusi pada peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan di dalam relasi kerja. 

Sebanyak 54 kasus kekerasan tercatat di lakukan oleh negara. Salah satu kasus yang menonjol adalah kematian dari Ibu Lilis Lindawati, korban salah tangkap dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Tangerang tentang Prostitusi.  Ia meninggal dalam kondisi sakit-sakitan dan miskin akibat peristiwa yang ia alami itu. Komnas Perempuan mencatat Perda Tangegrang sebagai salah satu perda diskriminatif yang mengkriminalkan perempuan. Sekalipun peninjuan ulang perda diskriminatif menjadi bagian dari janji kampanye presiden terpilih dan agenda 100 hari, tidak satu pun kebijakan ini yang dicabut. Sebaliknya kami mendata adanya 13 perda dan 11 ranperda diskriminatif yang dimunculkan di tahun 2009. Selain itu, negara juga belum memberikan perlindungan kepada perempuan miskin yang berhadapan dengan hukum, serta kepada perempuan pembela HAM sekalipun pembelaan hak adalah bagian dari hak konstitusional warga negara (Pasal 28C(2) UUD 1945).

Namun, di tahun 2009 pula kami mencatat sejumlah terobosan yang dilakukan pihak negara, yaitu amandemen UU Kesehatan yang mengakui adanya hak reproduksi perempuan, Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang penerapan standar HAM dalam pelaksanaan tugas kepolisian,  dan MOU antara 5 lembaga negara dalam rangka perlindungan saksi korban. Pada tahun ini berdasarkan data dari lembaga pengada layanan juga diketahui semakin banyak lembaga yang menggunakan UU PKDRT dalam penanganan kasus, khususnya Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. 


Terimakasih untuk Mariana Aminnuddin dan Dewi Candraningrum 



No comments:

Ibu, bagaimana aku harus menghadapi dunia, tanpamu?

 Ibuku pergi ke haribaan Illahi pagi pukul 03.05 WIB di hari  Sabtu, 9 Juli 2022. Aku tidak ada di sisinya, tetapi selalu ada di hatinya, se...